Senin, 21 Desember 2009

Sajakku Tak Seanyir Darahmu (Terbaik ke-2)

Oleh: Suyuthi


bila ada luka menganga dalam jiwa. bunga-bunga tak habis mewangi sepanjang hari
jasad kita saling tatap muka. sebab di sana ada telaga untuk berjelaga
reranting dhuha belum terlalu patah ‘tuk kita hinggapi
masih sangat pagi, jika aku sabdakan cinta
pada pulau yang anyir ini
istana-istana kecil yang kubangun di ladang-ladang sembahyang. tiba-tiba roboh tiada berdiri
aku rebah di samping bayang sunyi
tempat bunda meninabobokkanku bersama angin

saat shubuh memanggul dzikirku pergi
keluar dari atmosfer bumi. kulihat para alien sedang mengusung beribu-ribu meteor
tangan kirinya memegangi obor
entah hendak kemana mereka ini

petir tahajjud menghempaskanku ke dasar mars
sendiri kutelusuri tanpa arah kutuju
desir darahmu mulai kudengar di sini
lapisan ozon berteriak akan ajalmu, meruncing
aku melompat dari satu planet ke planet lain
menginjak cincin saturnus, keras
duduk bersila sambil bertakbir :

allahu akbar allahu akbar allahu akbar
laa ilaaha illallaahuwallaahu akbar
allahu akbar walillahilhamd

kembali kutata sajak-sajak purnama
namun sajakku tak seanyir darahmu
kata ayahku sajak adalah bianglala
kata ibuku sajak adalah cahaya
kata guruku sajak adalah pelita
kata temanku sajak serba sempurna
kata mereka sajak adalah senja
kataku sajak adalah aku
sebab aku lahir dari sajak.

kosong. aku tersungkur. matahari masih mendengkur
malaikat tersenyum memainkan harmonica
rerumputan menimang-nimang embun. di samping tiang salam ini
kutemukan pecahan meteor tergeletak tanpa suara
ternyata shubuh yang menusuk-nusuk dada fajar
sampai aku benar-benar sadar. perahu mimpi telah lama tertambatkan.


Prenduan, 02 01 2007

Tidak ada komentar:

Posting Komentar