Kamis, 13 Mei 2010

Malamku (Puisi)

Malamku teramat dingin

Merobek bilik dadaku yang lapuk
Tersimpan sedikit hangat rindu ku jaga
Untuk esok kembali ceria

Ku harap sunyi hanya berteman sepi
Tak biarkan bising mengusik mimpi
Agar kunikmati tak bertepi
Hadirmu cinta damaikan mimpiku

Seperti bintang menanti rembulan malam ini
Seperti jiwaku merindu kasih cinta sejati
Di bawah kidung cinta ilahi


(Karya : Penyair Cinta)

Rabu, 12 Mei 2010

Pejuang Takdir (Puisi)

Detak malam teramat gontai menyapu bising dunia
Masih tertinggal hiruk-pikuk rengek manusia
Di sudut hitam himpitan takdir tak berpihak

Mengais rizki lembaran rupiah
Demi terdiam teriak lambung yang lapar
Demi terbunuh keringat raga bercucuran

Cahaya bintang segeralah berlalu
Redakan sejenak airmata mereka
Dalam dengkuran raga yang lelah
Terbius angin mimpi yang indah

Hingga pagi kembali menjelma
Membawa butiran embun cinta dari-Nya


(Penyair Cinta)

Minggu, 02 Mei 2010

Engkau dan Hatiku (Puisi)

Selaksa rinai hujan mendung

Sebentuk hatiku yang rapuh

Mengenangmu juwaku pilu
Menghantar sajian kisah cinta
Di lembaran bait menggoreskan tinta
Tentang dahaga dan rindu tertunda

Antara engkau dan sebuah bahasa pinta

Harapku mengering,
Setiaku melapuk
Terkubur janji tak pernah kembali
Terbius mimpi tinggalkanku sendiri

Antara engkau dan hatiku yang semakin sepi


(Penyair Cinta)

Guruku Sayang (Puisi)

Senja di batas usiamu

Menerawang dalam rentetan tawa manusia
Menjamahi manisnya riang penuh jenaka
Meski tak sempurna, namun selalu berlabuh bahasa hidup

Mengerti kenakalanku dengan kesabaranmu
Memahami kemalasanku dengan nasihat darimu
Mengajari kebodohanku dengan pelajaran darimu
Tak sebanding keringat basah jiwamu yang resah
Memupuk harap pada guratan kapur-kapur putih di tanganmu
Bahwa diriku, jadilah pelita bangsa di suatu masa
Tak seperti kerutan makna wajahmu yang menua
Bahwa diriku, penuhilah mimpi dengan berjuta prsetasi

Duhai guruku sayang...
Meski tak pernah ku bertanya pada senja usiamu kini
Namun ku mengerti,
Sungguh berarti makna hidup yang pernah kau beri
Meski tak sempat kau bagi waktu bersama petuah bijakmu dahulu
Namun ku mengerti,
Sungguh mulia perjuangan tanpa balas jasamu

Kini hanya bisa ku rajut mimpi-mimpi
Dengan segenap bayang jalan hidupku
Yang pernah kau taburi ejaan manis buku-buku pelajaran
Kini ku ingin mengerti semua harapanmu itu
Dengan seluruh rasa terima kasihku untukmu
Yang pernah kau nasihati kapur debu di tanganmu
Hingga suatu saat nanti,
Ku bawakan dunia di pangkuan pengabdianmu


*Memperingati hari Pendidikan Nasional, didedikasikan untuk semua guru-guruku....

(Penyair Cinta)

Tersudut Sepi (Puisi, Karya : Warjito)

Dalam

Termenung tersudut sepi
Terkapar dalam pikiran
Gelisah
Sukar beranjak

Gemetar sudut mata berlinang pecah
Dedemit, setan, neraka tiba menggoda
Merayu, membujuk, dan membisik sukma

Bukan tuk kau turuti
Bukan pula kau ikuti
Atau pilih bunuh diri

Meski pun sakit, pedih, dan perih
Meski pun luka, sengsara atau kecewa
Tetap kepada Sang Pencipta
Ilahi Robbi


(Arji)

Acuhkan Jiwa (Puisi, Karya : Imamul Hafidin)

Ku terpuruk di lembah yang memungkinkan diriku punah kini
Ku tak berdaya dihempas angin kencang

Ku terikat oleh kekuatan yang menyiksa batin

Ku sakit...
Tak satu pun yang pedulikanku
Ku menangis dalam hati
dan berteriak memanggil makhluk yang bisa mendengarkan
Tapi semua acuh
Diam tak hiraukan

Ku sakit,
Ku menangis,
Ku perih,
O.. jeritan kehidupan yang tak tertahankan


(Imamul Hafidin)

Tiada (Puisi, Karya : Imamul Hafidin)

Berangan-angan wajahmu sayang...

Bersimpuh di hempasnya jiwa
Bertajuk dalam sebuah keheningan

Ternyata ku sadar dirimu telah tiada
Akankah ia kembali bersandar??
Temukan rasa yang sempat menghilang
Padamu sang pelipur laraku...


(Imamul Hafidin)

Melodi Duka (Puisi, Karya : Rini Setiani)

Melodi..bisakah kau alunkan nada sendu padaku

Biar piluku terobati
Dan laraku hanyut dalam nadamu..

Bolehkan aku memainkan jariku
Memetikmu dengan syahdu
Hingga bergetar dawai hatiku
Menggelepar sukma dan jiwaku

La..la...la...
Biarlah iramamu yang bermain
Aku ikuti
Dan hayati
Setiap petikan
Sepenuh hati


(Rini Setiani)

O... Duka (Puisi, Karya : Rini Setiani)

Izinkan aku terbang bersama angin

Dan menemukan seindah pelangi


Izinkan aku terbang bersama burung

Dan menemukan sekuntum melati


Izinkan aku berlari

Menyusuri setiap misteri

Izinkan aku menanti

Meski menunggu waktu yang tak pasti


Izinkan aku berkata

Pada hati yang terbata terbata

Oleh senja dan sunyi

Oleh melati dan pelangi


O...duka lara

Bisakah aku berlari?


(Rini Setiani)

Aku adalah Hati (Puisi, Karya: Anna Syairah)

Aku adalah hati..
Hati yang pernah dicintai
dan disayangi
Hati yang pernah mencintai
dan menyayangi

Aku adalah hati..
Hati yang telah terluka tersakiti
Pedih..
Ku rasa seorang diri...

Aku adalah hati..
Hati yang terkhianati
Oleh jiwa - jiwa tersayangi
Ku kasihi

Aku adalah hati
Yang dulu pernah suci..
Dan kini...
Tinggallah amarah dengki
dalam hati

Ya Rabbii..
Begitu mudah Kau membalikan hati
Dulu suci
Dan kini..
Ingkari..

Ya Rabbii..
Jangan biarkan tangan ini terkotori
Dengan lumpur amarah dengki
Yang tak kuasa kuhenti

Ya Rabbi..
Jangan biarkan penyakit hati
Membeku dalam diri
Tanpa terobati

Syukurku tak terkendali
Atas kasih yang Kau beri..
Dulu hati ini ingkari
Dan kini..
Kembali suci..

Tak henti lafaz puji
Mengalir dari hati
Wahai Sang Maha Pengasih
Wahai Sang Maha Menyayangi

Ilahii Rabbii..
Sungguh milik Mu hati ini..
Tak kan kuasa ku mamiliki
Karena Engkau Yang Maha Menyayangi..
Tiada Tersaingi
Tiada Tertandingi


(Anna Syairah)

Sabtu, 01 Mei 2010

Biografi Tokoh Sastra Indonesia (Amir Hamzah)

Nama lengkap Amir Hamzah adalah Tengku Amir Hamzah, tetapi biasa dipanggil Amir Hamzah. Ia dilahirkan di Tanjung Pura, Langkat, Sumatra Utara, pada 28 Februari 1911. Amir Hamzah tumbuh dalam lingkungan bangsawan Langkat yang taat pada agama Islam. Pamannya, Machmud, adalah Sultan Langkat yang berkedudukan di ibu kota Tanjung Pura, yang memerintah tahun 1927-1941. Ayahnya, Tengku Muhammad Adil (yang tidak lain adalah saudara Sultan Machmud sendiri), menjadi wakil sultan untuk Luhak Langkat Bengkulu dan berkedudukan di Binjai, Sumatra Timur.

Mula-mula Amir menempuh pendidikan di Langkatsche School di Tanjung Pura pada tahun 1916. Lalu, di tahun 1924 ia masuk sekolah MULO (sekolah menengah pertama) di Medan. Setahun kemudian dia hijrah ke Jakarta hingga menyelesaikan sekolah menengah pertamanya pada tahun 1927. Amir, kemudian melanjutkan sekolah di AMS (sekolah menengah atas) Solo, Jawa Tengah, Jurusan Sastra Timur, hingga tamat. Lalu, ia kembali lagi ke Jakarta dan masuk Sekolah Hakim Tinggi hingga meraih Sarjana Muda Hukum.
Amir Hamzah tidak dapat dipisahkan dari kesastraan Melayu. Oleh karena itu, tidak heran jika dalam dirinya mengalir bakat kepenyairan yang kuat. Buah Rindu adalah kumpulan puisi pertamanya yang menandai awal kariernya sebagai penyair. Puncak kematangannya sebagai penyair terlihat dalam kumpulan puisi Nyanyi Sunyi dan Setanggi Timur. Selain menulis puisi, Amir Hamzah juga menerjemahkan buku Bagawat Gita.

Riwayat hidup penyair yang juga pengikut tarekat Naqsabandiyah ini ternyata berakhir tragis. Pada 29 Oktober 1945, Amir diangkat menjadi Wakil Pemerintah Republik Indonesia untuk Langkat yang berkedudukan di Binjai. Ketika itu Amir adalah juga Pangeran Langkat Hulu di Binjai.

Ketika Sekutu datang dan berusaha merebut hati para sultan, kesadaran rakyat terhadap revolusi menggelombang. Mereka mendesak Sultan Langkat segera mengakui Republik Indonesia. Lalu, Revolusi Sosial pun pecah pada 3 Maret 1946. Sasarannya adalah keluarga bangsawan yang dianggap kurang memihak kepda rakyat, termasuk Amir Hamzah. Pada dini hari 20 Maret 1946 mereka dihukum pancung.Namun, kemudian hari terbukti bahwa Amir Hamzah hanyalah korban yang tidak bersalah dari sebuah revuolusi sosial. Pada tahun 1975 Pemerintah RI menganugerahinya gelar Pahlawan Nasional.