Langit merah memotret gemuruh hitam
rengekan bayi terkapar
merangkak sumsum tulang dalam ketakberdayaan
memekik lemah rintihan menyayat
Dunia kiamat menyusul akhirat
meski nafas masih tersendat
darah mendidih, berdesir melumat sel saraf.
Debu pasir bergulir menorehkan saksi bisu
kengerian derita kehidupan
anak mengerang lapar, sang Bunda tercabik perasaan gemetar.
Hidup bagai seorang tawanan
“Ini tanahku!”
Mengkerik timbunan suara berderai air mata
“Ini bangsaku!”
Berkoar keprihatinan merajam keganasan.
Tiada jawaban selain ancaman
gertakan, dan sayatan sentaja tajam
Desau angin menerjang geram, meski terasa nyaman
cahaya pagi bak peluruh senapan, walau seperti bagai kawan.
Kepedihan hidup tak mengenal kedamaian
hati remuk tergerus kebengisan
Hidup laksana anak terlantar
terjatuh, merengek menangisi rasa lapar
Desisan doa meluncur memelas
air perih memeras mata berdarah nanah
mulut berucap hati tersayat
Sungguh derita memukul siksa,
derita menerjang tak kuasa
Mati tanpa rasa, nyawa tercabut penuh paksa.
Dalam rumah sendiri bagai di neraka
Cambukan Malaikat telah terasa meski kubur jauh menyiksa.
Menjadi saksi tanpa mata tanah negeri peninggalan Musa.
Oleh : Irfan Fauzi Pemulung Ilmu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar